Harum Vakum

Cerpen "00000000000" yang membuatku tidak
tentu arah mencari sesuatu yang tidak ada.

"DI manakah O.? ... Di manakah O.?" soal Pak Agus R. Sarjono berulang kali dengan membulatkan matanya. Rokok yang terjepit di jarinya berhenti menyala - barangkali menanti jawapan juga.

"Saya juga tak tahu, pak. Sebetulnya O. tidak harus, tidak boleh ditemukan."

Esei "Bertemu O.: Mencipta Ketiadaan" dihasilkan di pertengahan Program Penulisan Mastera: Esai di Bandung, Indonesia tempohari. Entah kenapa saya, Ainunl Muaiyanah, dan Za'im Yusoff ingin benar mengerjakan esei baharu. Kami seakan-akan semakin renggang dengan esei masing-masing yang telah dibincangkan - dan digojlok - sepanjang bengkel. Barangkali esei-esei "lama" yang dihantar dan dipersembahkan ini sudah tidak "ngam". Ada idea-idea baharu yang memercik dalam kepala untuk dinyalakan atas kertas.

Tatkala dingin malam bergaul dengan hangat secawan jahe, terngiang-ngiang kata-kata Pak Maman S. Mahayana yang tiba-tiba berhenti di pertengahan esei ini lalu memandangku, "Kalau kamu tidak ikuti O., kamu harus terus menjadi O."

Kopi bandrek tak jadi kutelan. Persis huruf "O", mulutku terpelahang!

Ya, barangkali aku harus hilang-

-untuk ada.

CATATAN: Selain cerpen Shahnon, ada beberapa kerjaseni Basuki Basri yang masih menggerak - dan menghentak - kepalaku, walaupun hanya sekali aku mengunjungi retrospektifnya di sebuah galeri di George Town beberapa tahun yang lalu. Ada bau tanda peribadi yang masih memekat dalam kosong galeri, dalam lohong memori. Ada harum dalam vakum.

Ulasan