Selamat Datang Ke George Town

Jalan Masjid Kapitan Keling, George Town.


INI kali ketiga (atau keempat) saya merelakan darah saya dihisap oleh Kelawar Pulau Pinang. Dan itulah harga yang perlu dibayar setiap kali saya datang ke George Town (atau Tanjung) Ahmad Rashid Talu. Jika kunci kota Kuala Lumpur ada pada Abdullah Hussain melalui Kuala Lumpur Kita Punya (1967), saya berani katakan kunci kota George Town ada pada salah seorang novelis terawal yang telah membuka pintu prosa moden dalam susastera Melayu kita ini, kerana:

1. Membaca Perangkap Hitam ialah melihat perarakan cingge di simpang Carnarvon Street dengan Prangin Road.

2. Membaca Perangkap Hitam ialah menaiki motokar Overland Rapid Two-Seater keliling Tanjung.

3. Membaca Perangkap Hitam ialah tawar-menawar semasa membeli buah di Chowrasta Market.

4. Membaca Perangkap Hitam ialah mengintai pelacur-pelacur menunggu habuan di Penang Road.

5. Membaca Perangkap Hitam ialah menonton wayang gambar di Dorry Lane. (Di manakah Dorry Lane?)

6. Membaca Perangkap Hitam ialah bersiar-siar menghirup angin malam di Padang Kota.

7. Membaca Perangkap Hitam ialah berbelanja di Gudang Pritchard.

8. Membaca Perangkap Hitam ialah mendengar Ahmad Rashid Talu (seperti orang Pulau Pinang yang lain) begitu bernafsu sekali bercerita tentang makanan:

Tepung talam - martabak Ghaffoor - nasi minyak - masak kurma dan kari - udang goreng - ikan masak lemak - ulam dan sambal - salad - "air berani" - sirap - sate daging, perut dan lemak berharga seringgit - aiskrim soda - karipap - kek krim - serbat susu - dll.

9. Membaca Perangkap Hitam ialah melihat cereka menjadi hasil hubungan (sulit!) seorang pengarang dengan kota yang didiaminya.

Mencari bayang Ahmad Rashid Talu di Lumut Lane, George Town.

CATATAN: Reviu penuh akan menyusul dalam zine esei KLReviu Isu 3 yang akan terbit tidak lama lagi.

Ulasan